Plastinasi adalah teknik pengawetan jaringan biologis dengan menggantikan air dan lemak pada spesimen menggunakan polimer (seperti silikon, epoksi, atau polyester) yang kemudian dikeraskan. Hasilnya adalah spesimen kering, tidak berbau, tahan lama, dan dapat disentuh—ideal untuk pembelajaran anatomi, riset, hingga pameran edukatif.
Teknik ini dikembangkan pada akhir abad ke-20 sebagai jawaban atas keterbatasan metode tradisional (formalin/embalming) yang menyisakan bau tajam, degradasi jaringan, dan kendala keamanan. Seiring waktu, variasi protokol plastinasi bermunculan untuk tujuan berbeda—dari pengajaran anatomi makroskopik hingga preparat histologi tebal yang transparan.
Secara garis besar, plastinasi terdiri dari empat tahap utama:
Fiksasi
Spesimen direndam dalam larutan fiksatif (umumnya formalin encer) untuk menghentikan autolisis dan pertumbuhan mikroba, sekaligus mempertahankan bentuk dan warna jaringan sedekat mungkin dengan kondisi awal.
Dehidrasi (dan Defatting)
Air dan lemak dikeluarkan dari jaringan menggunakan pelarut, biasanya asetona dingin. Asetona mampu menarik air dari jaringan dan—pada tahap lanjut—melarutkan lemak, mempersiapkan ruang mikroskopis untuk digantikan polimer.
Impregnasi Paksa (Forced Impregnation)
Jantung plastinasi terjadi di sini: spesimen ditempatkan dalam bak berisi monomer polimer. Sistem vakum perlahan menurunkan tekanan sehingga asetona menguap keluar dari jaringan, sementara monomer “ditarik masuk” mengisi ruang yang ditinggalkan.
Kunci keberhasilan: kontrol tekanan, suhu, viskositas resin, dan waktu—agar penetrasi merata tanpa artefak (misal jaringan mengerut).
Kuring/Pengerasan (Curing)
Setelah impregnasi selesai, polimer dipolimerisasi (dikeraskan) dengan katalis, uap, panas, atau cahaya, bergantung jenis resin. Tahap ini “mengunci” struktur internal sehingga spesimen stabil, kering, dan kokoh.
© 2024 Java Medika Utama